Jumat, 12 Agustus 2011

Sumbawa Barat Mengubah Rongsokan Menjadi Emas

Anak Emas Sumbawa Barat

Kisah "Negeri Emas" Petinggi negeri ramai-ramai bicara soal bagaimana memiliki “Saham Emas",  para istri ramai-ramai ngurus paspor untuk ke Saudi menjadi TKW dan berharap bisa pulang bawa "Emas",  suami-suami mengadu nasib di lubang-lubang yang menjanjikan "Emas", di labaon, Pakerum, lamuntet. Anak-anak sekolahan berebut beasiswa "Emas" agar "Emas" bisa pindah dari perut bumi ke otak-otak mereka, sehingga suatu saat akan lahir generasi "emas" yang nilainya mahal. Di sebuah kantor pemerintah ada oknum yang merancang aksi protes dan demo kepada perusahaan "Emas". Sementara di kantor lain yang pejabatnya berlencanakan "Emas" hiruk pikuk saling mengintai antar kelompok koalisi dan non koalisi untuk "berebut proyek-proyek", termasuk proyek "Emas". Melihat realita itu seorang pedagang tua di pasar tersenyum sinis dan terlihat gigi "Emas" yang semakin mengkilat. Negeri itu akan menghadapi masa sulit ketika "Emas" tak lagi menjanjikan, karena lahan pertanian kelas 1 kian menyusut,  petani tak lagi bangga dan rajin jadi petani. Peternak juga sering mengeluh karena ternak mereka banyak dicuri maling, maling ternak.

Saatnya pemuda, pemikir dan kaum-kaum bijak negeri ini bangun dari tidurnya dan mulai mendiskusikan "Skenario Negeriku Pasca Tambang ".

Bait kalimat diatas merupakan sebuah curahan hati yang ditulis oleh mantan wakil ketua DPRD Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) Mustakim Patawari melalui Grup Facebook Sumbawanews.

Emas, merupakan kata paling favorit yang paling banyak dicerna oleh masyarakat Sumbawa saat ini. Dari Kecamatan Terano ujung timur Sumbawa hingga Kecamatan Maluk di bagian barat Sumbawa Barat, demam logam mulia bernama emas memasuki sendi-sendi kehidupan masyarakat.

Perubahan status dari petani menjadi penambang emas bukan hal aneh lagi di  Samawa Intan Tana Bulaeng sebutan Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat yang mempunyai potensi Pertambangan emas.

Potensi kandungan logam mulia ini tidak terbantahkan lagi setelah melihat data yang dikeluarkan oleh Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) NTB, jumlah Kuasa Pertambangan (KP) dan Kontrak Karya (KK) hingga tahun 2009 di wilayah NTB mencapai 63 buah, dengan pembangian 49 buah atau 77.78% berada di Pulau Sumbawa dan 14 buah atau 22.22% berada di pulau Lombok. Lebih mencengangkan lagi dari 49 KP dan KK ternyata 25 KP dan KK berada di Kabupaten Sumbawa dan 6 KP dan KK berada di wilayah KSB.

“Jika karunia ini tidak ada yang kelolah dan tetap berada di perut bumi maka tidak akan memberikan manfaat apa-apa bagi masyarakat.” Ungkap mantan senior Manager PT Newmont Nusatenggara (PTNNT) Malik Salim berkali-kali jika sedang berdikusi mengenai dunia Pertambangan.

Mengulas balik kondisi masyarakat di Maluk dan Sekongkang menjelang dasawarsa 1990 yang masih berstatus dusun, kehidupan masyarakat setempat memprihatinkan dan menghadapi berbagai kesulitan. Lahan pertanian yang menjadi penopang utama ekonomi mereka hanya bisa ditanami sekali dalam setahun dan itupun seringkali mengalami kegagalan panen. Upaya masyarakat untuk mendapatkan air diakali dengan cara menaruh daun pisang atau daun tanaman lain diatas batu agar air bisa mengalir kesawah. Konflik sosial juga sering muncul dikarena rebutan air antar petani.

Persoalan lain yang tak kalah rumitnya yakni luas area pertanian berupa sawah yang begitu sempit, satu kepala keluarga hanya memiliki paling banyak dua hingga tiga petak sawah, dengan umur padi yang relative panjang mencapai enam bulan. Penanganan hama yang ditangani secara tradisional membuat waktu petani terkuras karena harus menjaga sawahnya secara bersama-sama dalam waktu yang relative panjang.
Hasil panenpun hanya bisa dinikmati selama tiga atau empat bulan, selebihnya masyarakat setempat terpaksa mengkonsumsi gadung, seramping (sagu) dan pisang.

Dusun–dusun kecil seperti Sekongkang Atas, Sekongkang Bawah, Maluk, Tongo, Aik Kangkung, Tatar dan Benete, yang pada saat itu berstatus daerah terpencil  kini telah berubah menjadi sebuah wilayah dengan Status Desa hingga Kecamatan bahkan lima kecamatan yang berada di wilayah kemutar telu berubah menjadi sebuah Kabupaten yang disebut Kabupaten Sumbawa Barat (KSB).  Kehidupan ekonomi masyarakat pun jauh lebih baik dibandingkan dengan kondisi awal dasarwarsa tahun 1990-an.

“Harus diakui bahwa Pertambangan PT Newmont Nusatenggara (PTNN)  mengubah ekonomi masyarakat menjadi lebih baik.” Ungkap ketua Forum Komunikasi Kepala Desa (FK2D) KSB, Mashud Yusuf saat dihubungi Sumbawanews, Senin 14 Februari 2011 via Telpon selular.

Newmont Batu Hijau  memulai eksplorasi sekitar tahun 1986 dibagian barat pulau Sumbawa yang sekarang dikenal sebagai Kabupaten Sumbawa Barat. Eksplorasi berlangsung selama empat tahun, dan baru pada tahun 1990, ahli geologi Newmont menemukan cebakan tembaga Forfiri yang kemudian dinamakan batu hijau. Setelah penemuan tersebut, baru pada tahun 1996 Newmont memulai proyek pembangunan infrastruktur Pertambangan. Saat pembangunan infrastruktur senilai 1,8 Milyar dolar Amerika Serikat, kehidupan masyarakat lokal mulai berubah. Tenaga kerja yang tak kurang dari 17.000 orang sudah tentu hampir menyerap semua tenaga kerja dari masyarakat dilingkaran pertambangan batu hijau.

Tahun 2000 PT PTNNT mulai melakukan operasi dan menetapkan sepuluh desa di Kecamatan Sekongkang dan Jereweh sebagai mitra PTNNT untuk desa terdekat dlingkar tambang. Kesepuluh desa tersebut yakni Sekongkang atas, sekongkang bawah, tongo, aik kangkung (SP-1)  dan tatar yang berada di Kecamatan Sekongkang, serta Maluk, Benete, Belo, Beru, dan Goa yang berada di Kecamatan Jereweh. Saat inipun Kecamatan Sekongkang sudah berkembang menjadi Kecamatan Maluk dan Sekongkang.

Sempitnya lahan pertanian dan minimnya suplai air yang menjadi kendala petani di lingkar tambang mulai berubah tatkala PTNNT menjalankan program Community Development dalam bidang pertanian.

PTNNT telah melakukan pencetakan sawah diwilayah Tongo, Budidaya Jagung di Aik Kangkung, pendampingan pola penanaman padi SRI di Goa Jereweh sekaligus Pembinaan petani melon di Benete, penanam jagung, budidaya rumput laut dijelenga, pendampingan usaha kecil industri pengolahan tanaman lidah buaya menjadi natau serta peningkatan skill bagi masyarakat dalam usaha krupuk.  "Kami juga telah membuat Laboratorium lapangan bagi petani di tatar tahun 2007." Jelas Manager Community Development (Comdev) PTNNT Wagimin Sastrahadi pada acara Lokakarya Media, Jum'at (9/7) di Kuta Bali yang diikuti oleh 34 jurnalis asal Jakarta, Manado dan NTB.

Guna mendukung bidang pertanian, PTNNT membangun beragam infrastruktur sarana Irigasi mencapai 1.290 hektar berupa Bendung Tabiung pada 2003, Bendung Senutuk pada tahun 2004, Embung Puja pada tahun 2004, Embung Batu Bangkong pada tahun 2005, Bendung Plampok pada tahun 2006 dan Bendung Tiu Sepit pada 2008.

"Pembangunan sarana Irigasi di Desa Benete untuk menjangkau lahan seluas 200 ha, Irigasi Desa Tongo untuk menjangkau lahan seluas 60 ha, Irigasi Sekongkang untuk menjangkau lahan seluas 200 ha dan Irigasi Aik Kangkung untuk menjangkau lahan seluas 550 ha." Terang  Wagimin.

Bertambahnya infrastruktur pertanian sudah tentu mempengaruhi ekonomi masyarakat, “Program PTNNT selama ini sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi masyarakat dengan lahirnya sentra-sentra ekonomi baru.” Jelas ketua Forum Komunikasi Kepala Desa (FK2D) KSB, Mashud Yusuf.

“Kita tidak bisa pungkiri garis besar struktur ekonomi Kabupaten Sumbawa Barat  di dominasi oleh sektor Pertambangan dan Penggalian dengan kontribusi terhadap PDRB Atas Dasar Harga Berlaku sebesar 95,03% dan disusul oleh sektor Pertanian sebesar 1,75 dan sektor lainya diluar pertambangan dan pertanian hanya memberikan kontribusi terhadap PDRB rata-rata dibawah 2%.” Terang Mashud mengutip hasil BPS .

Keberadaan Pertambangan bukan sesuatu yang harus ditolak, apapun yang kita lakukan diatas bumi ini pasti ada dampak negatifnya. “Mari kita bersahabat dengan dunia pertambangan karena akan saling menguntungkan baik untuk masyarakat, Pemerintah maupun investor.” ajak Mashud.

Multiplier Effect keberadaan tambang Batu Hijau juga dirasakan oleh ibu-ibu petani yang berada di  Kecamatan Jereweh. Dalam beberapa tahun ini lahir Kelompok Sosial Masyarakat (KSM)  yang bergerak dalam berbagai bidang. Sebut saja KSM  Sehati di desa Dasan Anyar yang bergerak dalam usaha simpan pinjam dan pertambakkan. KSM melati di Berui yang bergerak dalam usaha simpan pinjam. KSM Riski di Goa dengan usaha usahanya ketering, pembuatan kue dan simpan pinjam. KSM restu di Belo dengan usaha simpan pinjam dan  KSM Marisrora di Dasan Anyar dengan bidang usaha simpan pinjam.

“Tumbuhnya KSM ini seiring dengan tumbuhnya ekonomi masyarakat lingkar tambang.” Jelas ketua KSM KSM Riski Goa Masniati Senin (14/02/2011) kepada Sumbawanews.com.

Dijelaskannya, kontribusi PTNNT terhadap KSM berupa pelatihan peningkatan skill bagi para penggiat KSM. Training berupa manajemen organisasi dan peningkatan skill mengelolah beberapa pengganan telah mereka terima dari PTNNT.

KSM Riski Goa yang berdiri tahun 1997 ini telah mempunyai anggota sebanyak 13 orang yang kebanyakan berprofesi sebagai petani. Modal awal sebesar Rp.15 Juta pendirian KSM ini berasal dari iuran pokok dan sukarelapara anggota.

“Usaka pokok KSM Riski Goa adalah simpan pinjam, terkait dengan catering dan pembuatan kue pihaknya baru menjalankan kalau ada order dari pihak PTNNT terutama saat ada kegiatan Comdev.” Jelas Masniati.

Diakuinya PTTNNT juga telah melatih anggota KSB di Jereweh untuk pembuatan kripik nangka dan pisang, namun usaha tersebut masih terkendala bahan baku dan produksi. “Bahan bakunya musiman, dan alat vakum yang merupakan sumbangan PTNNT sulit dioperasikan karena menyerapkan listrik yang cukup besar dengan daya listrik yang terbatas seperti di Jereweh.” Terangnya.

Masniati berharap PTNNT bisa melanjutkan pelatihan dengan mengedepankan permintaan pasar. “Kami sangat berharap PTNNT juga membantu membuka pasar bagi produk-produk KSM di Jereweh, kalau bisa berikan pelatihan sesuai dengan kebutuhan didalam Newmont seperti kue– kue yang bisa rutin di supply ke NNT.” Harapnya.

Pandangan yang sama juga diungkapkan oleh Ketua KSM Marisrora Ibu Lily Suheri (40 tahun). Menurutnya usaha KSM tumbuh karena adanya pertumuhan ekonomi masyarakat lingkar tambang.

“Kami pernah mendapat pelatihan organisasi dari PTNNT selama dua kali, dan berharap kedepan pelatihan tersebut tetap dilanjutkan.” pesan Lily.

Untuk Kegiatan Local Business Initiative (LBI), PTNNT telah melahirkan entrepreuner dalam bidang Industri paving block, jahitan, kontraktor dan pemasok, fasilitas e-biz. Kebutuhan kapur yang dipasok oleh pengusaha lokal mencapai 10% untuk kebutuhan konsentrator.

"Untuk donasi bagi 33 desa di KSB mencapai US$ 10.13juta, dan kemitraan dengan Pemda dan LSM mencapai US$ 5.413juta." jelas Wagimin.

Di wilayah 3 kecamatan sekitar tambang, ada  196 proyek infrastruktur/fasilitas umum meliputi: (1) drainase desa, (2) perbaikan jalan Jereweh-Tatar, (3) fasilitas  air bersih, (4) Puskesmas dan Pustu, (5) Posyandu, (6) sekolah (TK, SD, SMP/MTs, SMA/MA), (7) bangunan dan fasilitas pasar, (8) pantai wisata, (9) bendung, embung dan saluran irigasi untuk lahan 1,250 hektar.

Dijelaskannya rata-rata anggaran yang direalisasikan oleh PTNNT untuk menjalankan program-program Comdev sebanyak  Rp50 Milyar pertahun.

Hingga tahun 2009, biaya kegiatan pengembangan masyarakat PTNNT  yaitu US$ 44.83 juta, meliputi: Proyek peningkatan infrastruktur US$ 24.06 juta, Program penguatan kapasitas masyarakat (kesehatan, pendidikan, ekonomi) US$ 3.99 juta, Program beasiswa dan bantuan pendidikan US$ 1.237 juta, Donasi bagi 33 desa di Kab. Sumbawa Barat US$ 10.13 juta, Kemitraan dengan Pemda dan LSM US$ 5.413 juta.

Program pengembangan masyarakat PTNNT ini telah mendapat pengakuan dari Pemerintah RI RI berupa Penghargaan PADMA (Pandu Daya Masyarakat) Tahun 2008 dari Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Minral) dan Tahun 2003 yang diserahkan Presiden RI kepada PTNNT.
Sumbawa Barat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar